Kanker Colorectal, Kanker Kolon, Kanker Usus Besar
By lampoehkrueng.blogspot.co.id
Kanker Colorectal,
juga disebut kanker kolon atau kanker usus besar, yaitu kanker yang tumbuh dan
berkembang di usus besar, dubur dan usus buntu. Dengan 655.000 kematian di
seluruh dunia per tahun, kanker kolorektal timbul dari adenomatous polip (tumor jinak yang
tumbuh di lapisan usus besar atau rektum). Pertumbuhan ini (yang berbentuk
jamur) biasanya jinak, tetapi beberapa berkembang menjadi kanker dari waktu ke
waktu.
Kanker invasif yang terkurung dalam dinding usus besar (TNM
tahap I dan II) dapat disembuhkan dengan operasi. Jika tidak diobati, mereka
dapat menyebar ke kelenjar getah bening regional (tahap III), pada tahap ini
sebanyak 73% dapat disembuhkan dengan operasi dan kemoterapi. Kanker yang
bermetastase ke situs (lokasi) jauh (stadium IV) biasanya tidak dapat
disembuhkan, meskipun kemoterapi dapat memperpanjang kelangsungan hidup. Dalam
kasus yang jarang terjadi, operasi dan kemoterapi digunakan secara bersama-sama
dalam usaha untuk menyembuhkan pasien. Radiasi dalam hal ini bisa juga digunakan
untuk perawatan.
Tanda
dan gejala
Gejala kanker kolorektal tergantung pada lokasi tumor di usus dan apakah telah menyebar ke tempat lain dalam tubuh (metastasis). Sebagian besar gejala dapat terjadi pada penyakit lain, dan karenanya tidak ada gejala yang disebutkan di sini adalah diagnostik untuk gejala khas kanker kolorektal. Gejala dan tanda-tanda dibagi menjadi lokal, konstitusional (mempengaruhi seluruh tubuh) dan metastasis (yang disebabkan oleh menyebar ke organ lain).
Gejala kanker kolorektal tergantung pada lokasi tumor di usus dan apakah telah menyebar ke tempat lain dalam tubuh (metastasis). Sebagian besar gejala dapat terjadi pada penyakit lain, dan karenanya tidak ada gejala yang disebutkan di sini adalah diagnostik untuk gejala khas kanker kolorektal. Gejala dan tanda-tanda dibagi menjadi lokal, konstitusional (mempengaruhi seluruh tubuh) dan metastasis (yang disebabkan oleh menyebar ke organ lain).
Lokal
Gejala lokal lebih mungkin jika tumor terletak dekat dengan anus. Mungkin ada perubahan kebiasaan buang air besar (sembelit atau diare tanpa adanya sebab lain), dan perasaan buang air besar tidak lengkap (tenesmus) dan pengurangan diameter tinja. Tenesmus dan perubahan bentuk tinja merupakan karakteristik dari kanker usus di daerah dubur.
Gejala lokal lebih mungkin jika tumor terletak dekat dengan anus. Mungkin ada perubahan kebiasaan buang air besar (sembelit atau diare tanpa adanya sebab lain), dan perasaan buang air besar tidak lengkap (tenesmus) dan pengurangan diameter tinja. Tenesmus dan perubahan bentuk tinja merupakan karakteristik dari kanker usus di daerah dubur.
Pendarahan gastrointestinal (saluran pencernaan) bagian bawah
gejalanya yaitu muncul darah merah pada kotoran dan peningkatan keluaran mucus
(lendir) dari anus. Sedangkan pendarahan gastrointestinal bagian atas,
gejalanya berupa keluarnya Melena (kotoran hitam). Ini biasanya karena
terjadi perdarahan pada ulkus duodenum. Gejala ini kadang-kadang juga
ditemukan pada kanker kolorektal di gastrointestinal bagian bawah.
Sebuah tumor yang cukup besar untuk mengisi seluruh lumen usus
dapat menyebabkan gangguan pencernaan. Situasi ini ditandai dengan sembelit,
sakit perut, distensi abdomen dan muntah. Hal ini kadang-kadang menyebabkan
kesulitan buang air besar, gastrointestinal perforation (penetrasi isi usus –
besar maupun kecil – melewati dinding usus sehingga isi usus mengalir
ke rongga perut), dan menyebabkan peritonitis (peradangan
peritoneum, selaput serosa yang membatasi bagian dari rongga perut dan jeroan).
Efek lokal tertentu kanker kolorektal terjadi ketika penyakit
itu telah menjadi lebih maju/berkembang. Sebuah tumor besar dapat menyerang
organ lain, dan dapat menyebabkan munculnya darah atau udara dalam urin (invasi
kandung kemih) atau cairan pada vagina (invasi pada saluran reproduksi wanita).
Jika tumor telah menyebabkan perdarahan dalam kronis, anemia
(defisiensi besi) dapat terjadi, ini terlihat dengan gejala : kelelahan,
jantung berdebar dan penampilan kulit menjadi pucat. Kanker usus besar juga
dapat mengakibatkan penurunan berat badan, umumnya karena nafsu makan
berkurang.
Gejala lainnya yang tidak biasa adalah demam yang merupakan
salah satu dari beberapa sindrom paraneoplastic. Bentuk sindrom ini yang paling
umum adalah trombosis (pembentukan gumpalan darah – thrombus – di dalam pembuluh
darah, yang menghalangi aliran darah), biasanya merupakan trombosis vena
bagian dalam.
Metastatik
Kanker usus paling sering menyebar ke hati. Hal ini mungkin tidak diketahui, tetapi tumpukan besar tumor di hati dapat menyebabkan penyakit kuning dan nyeri perut sebagai akibat peregangan capsule (selaput luar hati). Jika tumpukan tumor menghalangi saluran empedu, penyakit kuning bisa disertai dengan fitur lain dari obstruksi empedu, seperti tinja yang pucat.
Kanker usus paling sering menyebar ke hati. Hal ini mungkin tidak diketahui, tetapi tumpukan besar tumor di hati dapat menyebabkan penyakit kuning dan nyeri perut sebagai akibat peregangan capsule (selaput luar hati). Jika tumpukan tumor menghalangi saluran empedu, penyakit kuning bisa disertai dengan fitur lain dari obstruksi empedu, seperti tinja yang pucat.
Faktor
resiko
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang terserang penyakit ini, diantaranya:
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang terserang penyakit ini, diantaranya:
1.
Umur. Risiko terkena kanker kolorektal meningkat dengan
bertambahnya usia. Kebanyakan kasus terjadi pada usia 60 – 70 an tahun,
sementara kasus-kasus sebelum usia 50 tahun jarang terjadi kecuali pada
keluarga yang memiliki riwayat kanker usus besar.
2.
Adanya polip (tumor jinak) pada usus besar, polip (terutama
adenomatous), adalah faktor risiko untuk kanker usus besar. Penghapusan polip
usus besar pada saat kolonoskopi mengurangi resiko kanker usus besar di
kemudian hari.
3.
Riwayat kanker. Orang-orang yang sebelumnya telah didiagnosa
(dan diobati) terkena kanker kolon beresiko untuk mengembangkan kanker usus
besar di masa depan. Wanita yang memiliki kanker ovarium, rahim, atau payudara
juga berisiko tinggi terserang penyakit kanker kolorektal.
4.
Keturunan. Adanya riwayat kanker usus besar pada keluarga,
terutama keluarga dekat (atau bisa juga beberapa kerabat) yang terkena
sebelum usia 55 tahun bisa meningkatkan resiko kanker ini. Selain itu,
keberadaan Familial adenomatous polyposis (FAP) membawa resiko yang
mendekati 100% terkena kanker kolorektal pada usia 40 tahun jika
tidak diobati. Juga perlu diperhatikan bahwa Hereditary nonpolyposis colorectal
cancer (HNPCC) atau syndrome Lynch, yaitu kondisi genetik autosomal dominan
yang memiliki risiko tinggi kanker usus besar serta kanker lainnya seperti
kanker endometrium, ovarium, stomach (perut), usus kecil, saluran
Hepatobiliary, saluran kemih atas, otak, dan kulit.
5. Merokok.
Perokok lebih cenderung meninggal karena kanker kolorektal dibandingkan
non-perokok. Sebuah studi American Cancer Society menemukan bahwa “Wanita yang
merokok lebih dari 40% lebih cenderung meninggal karena kanker kolorektal
dibandingkan wanita yang tidak pernah merokok, sedangkan pria perokok memiliki
lebih dari 30% peningkatan risiko kematian akibat penyakit ini dibanding
laki-laki yang tidak pernah merokok.”
6.
Makanan. Studi menunjukkan bahwa konsumsi tinggi daging merah
dan kurang mengkonsumsi buah segar, sayuran, ikan, dan unggas meningkatkan
resiko terkena kanker kolorektal. Dalam hal ini hubungan antara serat makanan
dan risiko kanker kolorektal masih kontroversial/diperdebatkan.
7.
Fisik tidak aktif. Orang yang aktif secara fisik beresiko lebih
rendah terkena kanker kolorektal.
8.
Virus. Paparan terhadap beberapa virus (seperti strain tertentu HPV)
dapat berhubungan dengan kanker kolorektal.
9.
Primary sclerosing cholangitis (PSC) – penyakit hati kronis –
membuka peluang terkena risiko independen untuk ulcerative colitis (suatu
bentuk pendarahan pada usus besar) .
10. Rendahnya
kadar selenium pada tubuh.
11.
Radang usus. Sekitar satu persen pasien kanker kolorektal
memiliki riwayat ulcerative colitis kronis.
12. Faktor
lingkungan. Negara-negara industri berada pada resiko yang relatif meningkat
dibandingkan dengan negara-negara kurang berkembang (yang secara tradisional
telah terbiasa mengkonsumsi makanan serat tinggi / rendah lemak).
13. Hormon-hormon
Eksogen. Munculnya kanker kolorektal pada pria maupun wanita dapat dijelaskan
oleh efek cohort dalam paparan beberapa faktor risiko spesifik berdasar
gender, salah satu kemungkinan yang telah disarankan adalah paparan estrogen.
Namun ada, sedikit bukti, ini juga dari pengaruh hormon endogen. Sebaliknya,
ada bukti bahwa estrogen eksogen seperti terapi hormon pengganti (HRT),
tamoxifen, atau kontrasepsi oral mungkin diasosiasikan/terkait dengan tumor
kolorektal.
14. Alkohol.
terutama peminum berat, dapat memiliki risiko terkena kanker ini (khususnya
pada pria). NIAAA (melalui studi epidemiologi) telah menemukan hubungan
dosis kecil (tapi konsisten/sering) minuman ber-alkohol dengan kanker
kolorektal (walaupun peminum itu juga mengkonsumsi makanan serat tinggi
dan rendah lemak). “Menggunakan alkohol berat juga dapat meningkatkan
risiko kanker kolorektal” (laporan NCI). Satu studi menemukan bahwa “Orang yang
minum lebih dari 30 gram alkohol per hari (dan terutama mereka yang minum lebih
dari 45 gram per hari) tampaknya memiliki resiko sedikit lebih tinggi untuk
kanker kolorektal”. Studi lain menemukan bahwa: “Meskipun ada risiko
lebih dari dua kali lipat terjadinya neoplasia kolorektal signifikan pada orang
yang minum alkohol dan bir, orang-orang yang minum anggur memiliki resiko yang
lebih rendah. Orang yang minum lebih dari delapan porsi bir atau alkohol per
minggu memiliki setidaknya satu dari lima kesempatan memiliki neoplasia
kolorektal signifikan (skrining dideteksi dengan kolonoskopi).”
Diagnosa
Kanker usus besar memerlukan waktu bertahun-tahun lamanya untuk berkembang dalam tubuh dan deteksi dini kanker kolorektal sangat dianjurkan untuk meningkatkan peluang kesembuhan. Dewan Institute of Medicine, AS pada tahun 2003 memperkirakan bahwa upaya sederhana untuk menerapkan metode skrining kanker kolorektal akan menghasilkan penurunan 29 persen untuk kemungkinan kematian akibat kanker dalam 20 tahun ke depan. Walaupun demikian, angka skrining kanker kolorektal tetap rendah. Oleh karena itu, skrining untuk penyakit ini direkomendasikan pada orang yang memiliki risiko tinggi (lihat faktor resiko di atas). Ada beberapa tes yang berbeda tersedia untuk tujuan ini.
Kanker usus besar memerlukan waktu bertahun-tahun lamanya untuk berkembang dalam tubuh dan deteksi dini kanker kolorektal sangat dianjurkan untuk meningkatkan peluang kesembuhan. Dewan Institute of Medicine, AS pada tahun 2003 memperkirakan bahwa upaya sederhana untuk menerapkan metode skrining kanker kolorektal akan menghasilkan penurunan 29 persen untuk kemungkinan kematian akibat kanker dalam 20 tahun ke depan. Walaupun demikian, angka skrining kanker kolorektal tetap rendah. Oleh karena itu, skrining untuk penyakit ini direkomendasikan pada orang yang memiliki risiko tinggi (lihat faktor resiko di atas). Ada beberapa tes yang berbeda tersedia untuk tujuan ini.
1.
Digital rectal exam (DRE): Dokter memasukkan jari – yang
sebelumnya diberi sarung tangan dan dilumasi dengan pelicin – ke dalam rektum
untuk mengecek daerah yang abnormal. Cara ini hanya mendeteksi tumor yang sudah
tumbuh cukup besar dan dirasakan di bagian distal rektum. Namun cara ini
berguna sebagai tes skrining awal.
2.
Fecal occult blood test (FOBT): tes darah pada tinja. Dua jenis
tes dapat digunakan untuk mendeteksi darah yang tersembunyi pada kotoran
manusia, tes ini menggunakan uji kimia tertentu dan immunochemical.
Sensitivitas pengujian immunochemical adalah lebih tinggi dari pengujian kimia
(nilai spesifisitas-nya dapat diterima).
3.
Endoskopi:
– Sigmoidoskopi:
Sebuah probe menyala (sigmoidoscope) dimasukkan ke dalam rektum dan usus besar
yang lebih rendah untuk memeriksa polip dan kelainan lainnya.
– Colonoscopy: Sebuah probe menyala yang disebut colonoscope dimasukkan ke dalam rektum dan seluruh usus besar untuk mencari polip dan kelainan lain yang mungkin disebabkan oleh kanker. Kolonoskopi memiliki keuntungan bahwa jika polip ditemukan selama prosedur mereka dapat segera dihapus. Jaringan polip juga dapat diambil untuk biopsi.
– Colonoscopy: Sebuah probe menyala yang disebut colonoscope dimasukkan ke dalam rektum dan seluruh usus besar untuk mencari polip dan kelainan lain yang mungkin disebabkan oleh kanker. Kolonoskopi memiliki keuntungan bahwa jika polip ditemukan selama prosedur mereka dapat segera dihapus. Jaringan polip juga dapat diambil untuk biopsi.
Macam
skrining Lainnya:
3.
Standard computed axial tomography.
4.
Tes darah: Pengukuran darah pasien untuk peningkatan kadar
protein tertentu dapat memberikan indikasi beban tumor. Secara khusus, tingkat
tinggi carcinoembryonic antigen (CEA) dalam darah dapat menunjukkan metastasis
adenokarsinoma. Tes ini sering negatif positif atau palsu palsu, dan tidak
direkomendasikan untuk skrining, dapat berguna untuk menilai kekambuhan
penyakit.
5.
Genetik konseling dan tes genetik untuk keluarga yang mungkin
memiliki bentuk turun-temurun kanker usus besar, seperti hereditary
nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC) dan familial adenomatous polyposis
(FAP).
6.
Positron emission tomography (PET) adalah teknologi pemindaian
3-dimensi di mana gula radioaktif disuntikkan ke pasien, gula terkumpul dalam
jaringan dengan aktivitas metabolik tinggi, dan gambar dibentuk dengan mengukur
emisi radiasi dari gula. Karena sel-sel kanker sering memiliki tingkat
metabolisme yang sangat tinggi, ini dapat digunakan untuk membedakan tumor
jinak dan ganas. PET tidak digunakan untuk skrining dan tidak (belum) memiliki
tempat dalam hasil pemeriksaan rutin kasus kanker kolorektal.
7.
Whole-Body PET imaging, adalah tes diagnostik yang paling akurat
untuk mendeteksi kanker kolorektal berulang, dan merupakan cara hemat biaya
untuk membedakan antara penyakit yang resectable dari non-resectable (bersifat
langsung dan tidak langsung??). Scan PET bertujuan untuk evaluasi yang
akurat untuk keberadaan tumor dan luas penyebarannya.
8.
Stool DNA testing (tes DNA kotoran), sebuah teknologi skrining
baru untuk kanker kolorektal. Adenoma pra-ganas dan kanker
memancarkan/melepaskan DNA dari sel mereka yang tidak rusak selama proses
pencernaan dan tetap stabil pada tinja. DNA yang muncul itulah yang dicek
keberadaannya melalui tes ini.
Monitoring
Carcinoembryonic antigen (CEA) adalah protein yang ditemukan pada hampir semua tumor kolorektal. CEA dapat digunakan untuk memantau dan menilai respon terhadap pengobatan pada pasien dengan penyakit metastatik. CEA juga dapat digunakan untuk memantau kekambuhan pada pasien pasca-bedah.
Carcinoembryonic antigen (CEA) adalah protein yang ditemukan pada hampir semua tumor kolorektal. CEA dapat digunakan untuk memantau dan menilai respon terhadap pengobatan pada pasien dengan penyakit metastatik. CEA juga dapat digunakan untuk memantau kekambuhan pada pasien pasca-bedah.
No comments:
Post a Comment