Monday, 12 October 2015

Kanker Colorectal, Kanker Kolon, Kanker Usus Besar

Kanker Colorectal, Kanker Kolon, Kanker Usus Besar

By lampoehkrueng.blogspot.co.id
Kanker Colorectal, juga disebut kanker kolon atau kanker usus besar, yaitu kanker yang tumbuh dan berkembang di usus besar, dubur dan usus buntu. Dengan 655.000 kematian di seluruh dunia per tahun,  kanker kolorektal timbul dari adenomatous polip (tumor jinak yang tumbuh di lapisan usus besar atau rektum). Pertumbuhan ini (yang berbentuk jamur) biasanya jinak, tetapi beberapa berkembang menjadi kanker dari waktu ke waktu.
Kanker invasif yang terkurung dalam dinding usus besar (TNM tahap I dan II) dapat disembuhkan dengan operasi. Jika tidak diobati, mereka dapat menyebar ke kelenjar getah bening regional (tahap III), pada tahap ini sebanyak 73% dapat disembuhkan dengan operasi dan kemoterapi. Kanker yang bermetastase ke situs (lokasi) jauh (stadium IV) biasanya tidak dapat disembuhkan, meskipun kemoterapi dapat memperpanjang kelangsungan hidup. Dalam kasus yang jarang terjadi, operasi dan kemoterapi digunakan secara bersama-sama dalam usaha untuk menyembuhkan pasien. Radiasi dalam hal ini bisa juga digunakan untuk perawatan.
Tanda dan gejala
Gejala kanker kolorektal tergantung pada lokasi tumor di usus dan apakah telah menyebar ke tempat lain dalam tubuh (metastasis). Sebagian besar gejala dapat terjadi pada penyakit lain, dan karenanya tidak ada gejala yang disebutkan di sini adalah diagnostik untuk gejala khas kanker kolorektal. Gejala dan tanda-tanda dibagi menjadi lokal, konstitusional (mempengaruhi seluruh tubuh) dan metastasis (yang disebabkan oleh menyebar ke organ lain).

Lokal
Gejala lokal lebih mungkin jika tumor terletak dekat dengan anus. Mungkin ada perubahan kebiasaan buang air besar (sembelit atau diare tanpa adanya sebab lain), dan perasaan buang air besar tidak lengkap (tenesmus) dan pengurangan diameter tinja. Tenesmus dan perubahan bentuk tinja merupakan  karakteristik dari kanker usus di daerah dubur.
Pendarahan gastrointestinal (saluran pencernaan) bagian bawah gejalanya yaitu muncul darah merah pada kotoran dan peningkatan keluaran mucus (lendir) dari anus. Sedangkan pendarahan gastrointestinal bagian atas, gejalanya berupa keluarnya Melena (kotoran hitam). Ini  biasanya karena terjadi perdarahan  pada ulkus duodenum. Gejala ini kadang-kadang juga ditemukan pada kanker kolorektal di gastrointestinal bagian bawah.
Sebuah tumor yang cukup besar untuk mengisi seluruh lumen usus dapat menyebabkan gangguan pencernaan. Situasi ini ditandai dengan sembelit, sakit perut, distensi abdomen dan muntah. Hal ini kadang-kadang menyebabkan kesulitan buang air besar, gastrointestinal perforation (penetrasi isi usus – besar maupun kecil – melewati dinding usus sehingga isi usus mengalir ke   rongga perut), dan menyebabkan peritonitis (peradangan peritoneum, selaput serosa yang membatasi bagian dari rongga perut dan jeroan).
Efek lokal tertentu kanker kolorektal terjadi ketika penyakit itu telah menjadi lebih maju/berkembang. Sebuah tumor besar dapat menyerang organ lain, dan dapat menyebabkan munculnya darah atau udara dalam urin (invasi kandung kemih) atau cairan pada vagina (invasi pada saluran reproduksi wanita).
Jika tumor telah menyebabkan perdarahan dalam kronis, anemia (defisiensi besi) dapat terjadi, ini terlihat dengan gejala : kelelahan, jantung berdebar dan penampilan kulit menjadi pucat. Kanker usus besar juga dapat mengakibatkan penurunan berat badan, umumnya karena nafsu makan berkurang.
Gejala lainnya yang tidak biasa adalah demam yang merupakan salah satu dari beberapa sindrom paraneoplastic. Bentuk sindrom ini yang paling umum adalah trombosis (pembentukan gumpalan darah – thrombus – di dalam pembuluh darah, yang menghalangi aliran darah), biasanya merupakan trombosis vena  bagian dalam.
Metastatik
Kanker usus paling sering menyebar ke hati. Hal ini mungkin tidak diketahui, tetapi tumpukan besar tumor di hati dapat menyebabkan penyakit kuning dan nyeri perut sebagai akibat peregangan capsule (selaput luar hati). Jika tumpukan tumor menghalangi saluran empedu, penyakit kuning bisa disertai dengan fitur lain dari obstruksi empedu, seperti tinja yang pucat.

Faktor resiko
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang terserang penyakit ini, diantaranya:
1.   Umur. Risiko terkena kanker kolorektal meningkat dengan bertambahnya usia. Kebanyakan kasus terjadi pada usia 60 – 70 an tahun, sementara kasus-kasus sebelum usia 50 tahun jarang terjadi kecuali pada keluarga yang memiliki riwayat kanker usus besar.
2.   Adanya polip (tumor jinak) pada usus besar, polip (terutama adenomatous), adalah faktor risiko untuk kanker usus besar. Penghapusan polip usus besar pada saat kolonoskopi mengurangi resiko kanker usus besar di kemudian hari.
3.   Riwayat kanker. Orang-orang yang sebelumnya telah didiagnosa (dan diobati) terkena kanker kolon beresiko untuk mengembangkan kanker usus besar di masa depan. Wanita yang memiliki kanker ovarium, rahim, atau payudara juga berisiko tinggi terserang penyakit kanker kolorektal.
4.   Keturunan. Adanya riwayat kanker usus besar pada keluarga, terutama keluarga dekat (atau bisa juga beberapa kerabat) yang terkena  sebelum usia 55 tahun bisa meningkatkan resiko kanker ini. Selain itu, keberadaan Familial adenomatous polyposis (FAP) membawa resiko yang mendekati  100% terkena  kanker kolorektal pada usia 40 tahun jika tidak diobati. Juga perlu diperhatikan bahwa Hereditary nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC) atau syndrome Lynch, yaitu kondisi genetik autosomal dominan yang memiliki risiko tinggi kanker usus besar serta kanker lainnya seperti kanker endometrium, ovarium, stomach (perut), usus kecil, saluran Hepatobiliary, saluran kemih atas, otak, dan kulit.
5.   Merokok. Perokok lebih cenderung meninggal karena kanker kolorektal dibandingkan non-perokok. Sebuah studi American Cancer Society menemukan bahwa “Wanita yang merokok lebih dari 40% lebih cenderung meninggal karena kanker kolorektal dibandingkan wanita yang tidak pernah merokok, sedangkan pria perokok memiliki lebih dari 30% peningkatan risiko kematian akibat penyakit ini dibanding laki-laki yang tidak pernah merokok.”
6.   Makanan. Studi menunjukkan bahwa konsumsi tinggi daging merah dan kurang mengkonsumsi buah segar, sayuran, ikan, dan unggas meningkatkan resiko terkena kanker kolorektal. Dalam hal ini hubungan antara serat makanan dan risiko kanker kolorektal masih kontroversial/diperdebatkan.
7.   Fisik tidak aktif. Orang yang aktif secara fisik beresiko lebih rendah terkena kanker kolorektal.
8.   Virus. Paparan terhadap beberapa virus (seperti strain tertentu HPV) dapat berhubungan dengan kanker kolorektal.
9.   Primary sclerosing cholangitis (PSC) – penyakit hati kronis – membuka peluang terkena risiko independen untuk ulcerative colitis (suatu bentuk pendarahan pada usus besar) .
10. Rendahnya kadar selenium pada tubuh.
11. Radang usus.  Sekitar satu persen pasien kanker kolorektal memiliki riwayat ulcerative colitis kronis.
12. Faktor lingkungan. Negara-negara industri berada pada resiko yang relatif meningkat dibandingkan dengan negara-negara kurang berkembang (yang secara tradisional telah terbiasa mengkonsumsi makanan serat tinggi / rendah lemak).
13. Hormon-hormon Eksogen. Munculnya kanker kolorektal pada pria maupun wanita dapat dijelaskan oleh efek cohort  dalam paparan beberapa faktor risiko spesifik berdasar gender, salah satu kemungkinan yang telah disarankan adalah paparan estrogen. Namun ada, sedikit bukti, ini juga dari pengaruh hormon endogen. Sebaliknya, ada bukti bahwa estrogen eksogen seperti terapi hormon pengganti (HRT), tamoxifen, atau kontrasepsi oral mungkin diasosiasikan/terkait dengan tumor kolorektal.
14. Alkohol. terutama peminum berat, dapat memiliki risiko terkena kanker ini (khususnya pada pria).  NIAAA (melalui studi epidemiologi) telah menemukan hubungan dosis kecil (tapi konsisten/sering) minuman ber-alkohol  dengan kanker kolorektal (walaupun peminum itu juga mengkonsumsi  makanan serat tinggi dan rendah lemak).  “Menggunakan alkohol berat juga dapat meningkatkan risiko kanker kolorektal” (laporan NCI). Satu studi menemukan bahwa “Orang yang minum lebih dari 30 gram alkohol per hari (dan terutama mereka yang minum lebih dari 45 gram per hari) tampaknya memiliki resiko sedikit lebih tinggi untuk kanker kolorektal”.  Studi lain menemukan bahwa: “Meskipun ada risiko lebih dari dua kali lipat terjadinya neoplasia kolorektal signifikan pada orang yang minum alkohol dan bir, orang-orang yang minum anggur memiliki resiko yang lebih rendah. Orang yang minum lebih dari delapan porsi bir atau alkohol per minggu memiliki setidaknya satu dari lima kesempatan memiliki neoplasia kolorektal signifikan (skrining dideteksi dengan kolonoskopi).”

Tampilan melalui endoskopi : kanker usus besar yang diidentifikasi dalam kolon sigmoid

Diagnosa
Kanker usus besar memerlukan waktu bertahun-tahun lamanya untuk berkembang dalam tubuh  dan deteksi dini kanker kolorektal sangat dianjurkan untuk meningkatkan peluang kesembuhan. Dewan Institute of Medicine, AS pada tahun 2003 memperkirakan bahwa upaya sederhana untuk menerapkan metode skrining kanker kolorektal akan menghasilkan penurunan 29 persen untuk kemungkinan kematian akibat kanker dalam 20 tahun ke depan. Walaupun demikian, angka skrining kanker kolorektal tetap rendah.  Oleh karena itu, skrining untuk penyakit ini direkomendasikan pada orang yang memiliki  risiko tinggi (lihat faktor resiko di atas). Ada beberapa tes yang berbeda tersedia untuk tujuan ini.
1.   Digital rectal exam (DRE): Dokter memasukkan jari – yang sebelumnya diberi sarung tangan dan dilumasi dengan pelicin – ke dalam rektum untuk mengecek daerah yang abnormal. Cara ini hanya mendeteksi tumor yang sudah tumbuh cukup besar dan dirasakan di bagian distal rektum. Namun cara ini berguna sebagai tes skrining awal.
2.   Fecal occult blood test (FOBT): tes darah pada tinja. Dua jenis tes dapat digunakan untuk mendeteksi darah yang tersembunyi pada kotoran manusia, tes ini menggunakan uji kimia tertentu  dan immunochemical. Sensitivitas pengujian immunochemical adalah lebih tinggi dari pengujian kimia (nilai spesifisitas-nya dapat diterima).
3.   Endoskopi:
– Sigmoidoskopi: Sebuah probe menyala (sigmoidoscope) dimasukkan ke dalam rektum dan usus besar yang lebih rendah untuk memeriksa polip dan kelainan lainnya.
– Colonoscopy: Sebuah probe menyala yang disebut colonoscope dimasukkan ke dalam rektum dan seluruh usus besar untuk mencari polip dan kelainan lain yang mungkin disebabkan oleh kanker. Kolonoskopi memiliki keuntungan bahwa jika polip ditemukan selama prosedur mereka dapat segera dihapus. Jaringan polip juga dapat diambil untuk biopsi.

Macam skrining Lainnya:
3.   Standard computed axial tomography.
4.   Tes darah: Pengukuran darah pasien untuk peningkatan kadar protein tertentu dapat memberikan indikasi beban tumor. Secara khusus, tingkat tinggi carcinoembryonic antigen (CEA) dalam darah dapat menunjukkan metastasis adenokarsinoma. Tes ini sering negatif positif atau palsu palsu, dan tidak direkomendasikan untuk skrining, dapat berguna untuk menilai kekambuhan penyakit.
5.   Genetik konseling dan tes genetik untuk keluarga yang mungkin memiliki bentuk turun-temurun  kanker usus besar, seperti hereditary nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC) dan familial adenomatous polyposis (FAP).
6.   Positron emission tomography (PET) adalah teknologi pemindaian 3-dimensi di mana gula radioaktif disuntikkan ke pasien, gula terkumpul dalam jaringan dengan aktivitas metabolik tinggi, dan gambar dibentuk dengan mengukur emisi radiasi dari gula. Karena sel-sel kanker sering memiliki tingkat metabolisme yang sangat tinggi, ini dapat digunakan untuk membedakan tumor jinak dan ganas. PET tidak digunakan untuk skrining dan tidak (belum) memiliki tempat dalam hasil pemeriksaan rutin kasus kanker kolorektal.
7.   Whole-Body PET imaging, adalah tes diagnostik yang paling akurat untuk mendeteksi kanker kolorektal berulang, dan merupakan cara hemat biaya untuk membedakan antara penyakit yang resectable dari non-resectable (bersifat langsung dan tidak langsung??). Scan PET bertujuan untuk  evaluasi yang akurat untuk keberadaan tumor dan luas penyebarannya.
8.   Stool DNA testing (tes DNA kotoran), sebuah teknologi skrining baru untuk kanker kolorektal.  Adenoma pra-ganas dan kanker memancarkan/melepaskan DNA dari sel mereka yang tidak rusak selama proses pencernaan dan tetap stabil pada tinja. DNA  yang muncul itulah yang dicek keberadaannya melalui tes ini.

Monitoring
Carcinoembryonic antigen (CEA) adalah protein yang ditemukan pada hampir semua tumor kolorektal. CEA dapat digunakan untuk memantau dan menilai respon terhadap pengobatan pada pasien dengan penyakit metastatik. CEA juga dapat digunakan untuk memantau kekambuhan pada pasien pasca-bedah.


No comments: